Salah satu komoditas ternak yang memberikan kontribusi penyediaan protein hewani di Provinsi Jawa Tengah, khususnya adalah ayam pedaging (broiler) dan ayam petelur (layer) yang bertambah pesat seiring dengan meningkatnya permintaan (demand) sumber protein hewani tersebut, yang didorong antara lain oleh: peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, preferensi dan persepsi masyarakat terhadap penyediaan pangan bergizi yang semakin baik
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia mendorong perkembangan usaha peternakan. Untuk dapat menyediakan pangan yang cukup baik kualitas dan kuantitas maupun kontiyuitas guna pemenuhan konsumsi protein hewani yang aman, sehat, utuh dan halal. Hal ini terbukti dari data statistik peternakan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 menurut data statistik peternakan 2018 populasi ayam pedaging sebanyak 180.634.329 ekor dan populasi ayam petelur sebanyak 22.570.890 ekor, sedangkan produksi telur sebanyak 221.286.549 kg dan produksi daging ayam ras sebanyak 214.545.874 kg.
Dalam peternakan unggas diketahui biaya pakan dapat mencapai 70% dari biaya produksi. Usaha ternak unggas secara intensif ditandai dengan produktivitas yang tinggi, misalnya ayam pedaging (ayam broiler) mencapai berat badan 1,5 kg dalam waktu kurang lebih 32 hari, seiring dengan input produksi yang memadai. Biaya pakan yang tinggi ini dapat ditekan dengan menggunakan bahan pakan yang lebih murah namun memiliki nilai gizi yang tinggi.
Pakan yang berkualitas baik akan berpengaruh pada proses metabolisme tubuh ternak sehingga ternak dapat menghasilkan daging dan telur yang sesuai dengan potensinya. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam formulasi pakan unggas adalah kebutuhan protein, energi, serat kasar, Ca dan P. Komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi unggas. Biaya pakan yang tinggi dapat ditekan yakni meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (feed conversion ratio/ FCR) antara lain dengan menambahkan berbagai imbuhan pakan seperti enzim dan antibiotika. Namun beberapa peneliti menganjurkan untuk melarang penggunaan antibiotika karena memiliki dampak negatif, antara lain yaitu: antibiotik dapat ikut terserap dengan nutrient dan tertimbun pada daging, telur dan susu, sehingga secara tidak langsung konsumen juga mendapat antibiotika dalam jumlah rendah, hal ini dapat mengganggu kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk ternak tersebut dan timbulnya resistensi mikroba patogen.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu adanya petunjuk penggunaan obat hewan dalam pakan. Dalam hal ini pemerintah pusat telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 09111/KPTS/ PK.350/F/09/2018, tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Obat Hewan dalam Pakan untuk Tujuan Terapi. Tujuan adanya petunjuk teknis tersebut sebagai dasar hukum bagi produsen pakan, peternak, dokter hewan, perusahaan obat hewan, pengawas obat hewan, pengawas mutu pakan dan dinas provinsi dan kabupaten/ kota yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dalam penggunaan obat hewan pada pakan untuk tujuan terapi, selain itu agar obat hewan yang digunakan disamping berkhasiat dan aman, juga efisien dalam pemberantasan penyakit hewan. Ruang lingkup dari Juknis tersebut meliputi : persyaratan pembuatan dan penggunaan pakan terapi (medicated feed), tata cara pencampuran obat hewan dalam pakan, pengawasan dan pelaporan.
Jenis-jenis antibiotik yang dapat dicampur dalam pakan unggas yakni Avilamisin, Bacitracin Methylen Disalisilat (BMD), Zinc Bacitracin (ZB), Colistin, Enramisin, Kitasamisin, Lincomycin (HCl), Tiamulin, Tylosin, Virginiamisin, Tylvalosin, Lasalocid, Maduramisin, Monesin, Narasin, Salinomisin, Semduramisin. Sedangkan untuk dosis, lama pemberian dan waktu henti penggunaan antibiotik tersebut juga diatur didalam juknis tersebut.
Upaya yang sudah dilakukan untuk alternatif mengatasi dampak negatif adanya pelarangan penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan dalam pakan ternak, yaitu dengan natural growth promoter. Penggunaanya telah diidentifikasikan mempunyai khasiat dan aman untuk menggantikan fungsi antibiotik pemacu pertumbuhan. Alternatif growth promoter diantaranya probiotik, prebiotik, dan enzim untuk pakan. Dari penjelasan alternatif pengganti AGP diharapkan masih perlu adanya penelitian-penelitian yang dapat dilakukan pada lembaga penelitian dan universitas. Selain penggunaan alternatif pengganti AGP upaya yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan dengan mengoptimalkan manajemen biosekuriti di lingkungan farm. Diharapkan pengawasan dapat dilakukan salah satunya oleh masyarakat peternakan kiranya penggunaan AGP dapat digunakan dengan bijaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
……………………………………………….. ...………………………………………………….
*) Penulis :
Niputu Widiari I. A.
Wastukan Ahli Pertama
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah